Berislam Secara Kaffah
Oleh Shodiqiel hafily
08 Juni 2008
"Masuklah kalian ke dalam silm (Islam) secara kaffah". Pada umumnya, para pakar tafsir mengartikan "kaffat" dengan makna keseluruhan atau secara totalitas. Menilik asbab nuzul-nya,
memang ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan sebagian sahabat yang
masih mempraktekkan ritus-ritus dari agama sebelumnya.
Dengan pengertian ini, maka sebagian kalangan berasumsi bahwa "islam kaffat" disamping menerapkan pokok-pokok ajaran Islam yang digariskan Qur'an dan Hadits Nabi, juga mengadopsi tradisi-budaya masyarakat tempat asal mula Islam disemaikan. Tentang ini dapat dibaca di: Islamisasi vs Arabisasi.
Salam Persahabatan
ParaDIsE.group
Oleh Shodiqiel hafily
08 Juni 2008

Dengan pengertian ini, maka sebagian kalangan berasumsi bahwa "islam kaffat" disamping menerapkan pokok-pokok ajaran Islam yang digariskan Qur'an dan Hadits Nabi, juga mengadopsi tradisi-budaya masyarakat tempat asal mula Islam disemaikan. Tentang ini dapat dibaca di: Islamisasi vs Arabisasi.
Terma ini juga memudahkan kategorisasi sekte-sekte (firqah)
dalam Islam. Maka sekte-sekte yang tidak mengakui kerasulan Nabi
Muhammad, mengaku sebagai nabi, berpedoman kitab suci selain Qur'an,
atau mengingkari syariat puasa, haji dsb, mereka muslim yang belum kaffah
karena Islam sebagai agama identik dengan Qur'an dan Muhammad. Hadits
tentang rukun-rukun (pokok-pokok) ajaran Islam juga telah menjadi
pegangan umum umat muslim di pelbagai belahan dunia.
Saya lebih suka memakai istilah "muslim belum kaffah"
ketimbang kata "sesat" atau "murtad". 1) Karena lebih membuka peluang
untuk disempurnakan. 2) Karena masih bernuansa persaudaraan. 3) Lebih
halus, santun dan mendamaikan. 4) Jauh dari kebencian dan permusuhan.
Hal seperti ini saya anggap penting mengingat peran media seperti ini,
sesungguhnya, bukan hanya sebagai observer, lebih dari itu adalah sebagai participant yang kontribusinya sangat besar untuk meredam gejolak atau bahkan menyelesaikan persoalan di masyarakat.
Kaffah Dalam Terma Tasawuf
Tidak
seperti asumsi banyak orang, bahwa para tokoh sufi cenderung
menyerempet pada pemahaman yang ganjil. Para sufi yang sesungguhnya,
mereka hanya naik tingkat dari pemahaman awam. Dari terma-terma yang
telah mengalami reduksi penyempitan kepada makna general-universal. Beralih naik dari ritus-ritus nisbat kepada pengejawantahan hakikat.
Contoh:
Puasa adalah menahan diri dari memasukkan/kemasukan sesuatu ke lubang
tembus yang terdapat di badan disertai niat dan dengan syarat rukun
tertentu mulai dari terbit fajar hingga matahari terbenam. Para sufi
telah naik tingkat, tidak hanya menjaga rongga-rongga tubuh akan tetapi
telah menjaga ruang-bilik hatinya dari sifat-sifat tercela dan
mengisinya dengan sifat terpuji. Oleh sebab itu, kita jadi mafhum jika
ada yang bilang bahwa puasa wajib bukan hanya Ramadhan tapi sepanjang
tahun, zakat itu tidak ada nisab-haulnya, dsb.
Kini, istilah maupun maqalat
para sufi itu , sangat mudah ditemukan bertebaran di mana-mana dan tak
pelak untuk disalahartikan oleh para pemungutnya. Maka sering kita
jumpai orang belum bermujahadah apa-apa mengaku-ngaku telah
mengambil inti-hakikat ibadah. Ditinggalkanlah kewajiban shalat, puasa
dsc dengan dalih inti shalat adalah dzikir dan inti puasa adalah
pengendalian diri dari nafsu tercela tanpa menyadari bahwa itu tipuan
setan untuk 'menjustifikasi' kemalasannya menunaikan kewajiban. Mereka
yang disebut Al-Ghazaly sebagai orang zindiq.
Lebih jauh dari itu, sebagian orang melukiskan pengalaman teofaniknya dalam fana'
dengan gambaran cahaya aneka warna tanpa disadari bahwa kelamaan
konsentrasi dalam kondisi tertentu (seperti lapar, peredaran darah
kurang lancar dsb) dapat memunculkan beragam ilusi. Dan itulah yang
dianggap fana'. Jauh berbeda dari yang diisyaratkan para sufi yang sebenarnya.
Berislam secara kaffah dalam kaca mata sufi adalah mengamalkan ajaran "islam" (dengan "i" kecil,
damai) secara lahir-batin. Untuk itu, mereka membaur dengan siapa saja
dan menanggalkan identitas khususnya agar misi damainya sukses.
Blusukan Ala Tokoh Sufi
Dalam buku-buku tasawuf ada istilah "khumul", artinya membuat diri tidak masyhur dan berusaha tidak dikenali sebagai orang yang telah menempuh mujahadah serta memejamkan mata dari pencapaian yang ditempuhnya. Saya sebut saja dengan istilah "blusukan". Bukan menyamar, mereka benar-benar tidak melihat dirinya sebagai orang khusus atau orang yang telah menduduki maqam tertentu.
Sejumlah tokoh sahabat, generasi tabi'in dan tokoh-tokoh sufi sesudahnya menjalani hidup blusukan-membumi
ini. Kita kenal julukan mereka antara lain seperti "Al-Najjar" (tukang
kayu), "Al-'Atthar" (peramu minyak wangi), "Al-Haddad" (si pandai besi)
dll. Julukan-julukan itu teramat jamak di masyarakat kala itu dan
benar-benar dijalani sebagai hirfat (profesi). Di 'blantika'
tasawuf, sesungguhnya itu semua merupakan spesialisasi dari dari
disiplin ilmu yang bersangkutan. Atthar spesialis sastra dan syair-syair
cinta, Haddad spesialis dalam bidang menempa hati-hati yang keras, dan
Najjar spesialis di bidang kritik sosial yang menebangi dan memangkas
masyarakat yang ambisius kekuasaan dan terperosok dalam pola hidup
hedonis-materialistik.
Mereka
jalani pekerjaan sehari-harinya sesuai julukannya dan sangat
menghindari terbukanya disiplin ilmu yang dikuasasinya, bukan sekedar
tujuan membaur-memasyarakat, tapi khawatir terpedaya oleh glamouritas
derajat-kedudukan yang bagi mereka merupakan penyakit hati yang teramat
besar bahayanya. Dengan upah membelah dan menjual kayu bakar, menjual
minyak wangi, memandai besi dsc mereka mandiri memenuhi keperluan
sehari-hari. Sepeserpun mereka tidak mengambil untung dari jasa
konsultasi, pemecahan masalah, pengajaran maupun ceramah-ceramahnya. Ittabi'u man la yasalukum ajron wahum muhtadun.
Para sufi itu
Mereka datang tak dijemput
Pulangpun tak diantar
Kehadirannya tak dielu-elukan
Kepergiannya tak menangiskan
Pengabdiannya setulus matahari
Kadang dimaki orang yang kegerahan
Disaat yang sama
Begitu disyukuri oleh yang kedinginan
Para sufi itu
Susah bila cari utangan
Karena tak ada jaminan
Baur dalam kepapaan
Tapi hatinya kaya kedamaian
Jikapun diamanatkan kekayaan
Hartanya adalah bayt mal-dana sosial
Bagi siapapun yang tertimpa sial
Mereka
mengambil sunnah Nabi yang orang banyak enggan bahkan – mungkin – tak
sanggup meneladaninya: Mengemban misi hidup dalam PENGABDIAN MURNI demi
kehidupan abadi. Bukankan Nabi pernah menjadi buruh dagang, hidup
pas-pasan malah kadang kekurangan hingga harus menggadaikan baju
besinya? Pilihan hidup mewah pernah ditawarkan, jika Nabi mau, bukit
Uhud bisa diubah menjadi emas.
Hidup
sederhana jadi pilihan bukan untuk menghibur diri karena tak mampu
meraih lebih. Tapi atas kesadaran penuh bahwa tubuh-jasmani tidak
memerlukan lebih dari kadar kebutuhan temporer untuk mendukung aktifitas
rohani. Terpaut jauh memang, orang kebanyakan menafsirkan ma qaddamat lighod
dengan menata perekonomian demi masa depan anak-cucu khawatir
terlunta-lunta, sedang mereka membangun konglomerasi akhirat yang bagi
orang kebanyakan 'dipaksakan' untuk diyakini.
Orientasi Hidup Melawan Arus
واجب على من ابتلي بالرياسة والجاه والمال والقبول أن يفعل
ما يسقط جاهه
ما يسقط جاهه
"Adalah
keharusan bagi orang yang diuji dengan kepemimpinan, kedudukan,
kekayaan dan jadi panutan untuk melakukan sesuatu yang meruntuhkan
kemegahan kedudukannya."
Di
jaman sekarang ini, bukan pertanyaan masih adakah orang dengan
orientasi hidup terbalik seperti itu, melainkan siapa sajakah orangnya
dan di manakah tempat tinggal mereka? Saya beruntung diberi kesempatan
belajar kepada mereka. Sebab jauh berbeda antara belajar dari yang mati
(buku) dengan yang hidup (orang). Sebab, hanya yang terjaga yang bisa
membangunkan yang terlelap dalam gelap.[]
0 komentar :
Posting Komentar
Silakan komentar yang baik dan sopan; Bisa Jowoan, Cak Madureh, 'Arabyat, English Arema, Melayu-Indonesia..
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.