Dakwah Rahmat Lil-'Alamin
Oleh Shodiqiel hafily
07 Juni 2008
Sebuah
hadits Qudsy melukiskan dialog-teguran Allah kepada Nabi Ibrahim.
Dituturkan bahwa, disamping keutamaan sifat-sifat dan budi pekerti
luhurnya, Nabi Ibrahim adalah seorang pencemburu, dikaruniai doa yang mustajabat
dan keras dalam mendakwahkan agama Hanif. Karena itu, beliau tak
segan-segan berdoa kepada Allah manakala didapati sekelompok kaum
dinilai keterlaluan kemungkarannya atau enggan menerima dakwah secara
lunak (persuasif), memohon agar mereka dibinasakan saja. Beberapa kali
Allah mengabulkan permohonannya. Hingga suatu ketika.., Allah memberikan
teguran,
Oleh Shodiqiel hafily
07 Juni 2008

Ibrahim, sesungguhnya terhadap para pendurhaka dari makhluk-makhluk-Ku itu masih Kubuka sejumlah pilihan antara lain; 1) Kalau tidak sekarang menerima seruanmu, mungkin pada waktu-waktu yang akan datang hatinya terbuka untuk menerima hidayat. 2) Jika tidak demikian, mungkin Kulahirkan darinya keturunan (anak-cucu) yang kelaknya dapat menghapuskan jejak-jejak kemungkarannya. 3) Di pengadilan-Ku kelak, kalau Aku mau Kutimpakan siksaan balasan atas kedurhakaannya dan boleh juga Aku ampuni karena Aku yang menciptakannya dan menyediakan segala keperluannya."
Pemahaman
logika kelanjutannya bisa berarti, apa ruginya bagi seseorang yang taat
dari pelaku maksiat? Mengapa kerasnya melampaui penciptanya? Bukankah mukallaf
itu menanggung akibat perbuatannya sendiri. Jika beramal baik akan dia
dapatkan pahala kebaikannya dan jika sebaliknya maka dia akan tanggung
sendiri resikonya. Lana a'maluna wa lakum a'malukum.
Metodologi Dakwah Ala Qur'an
Qur'an tidak kurang-kurang dan bukan kurang jelas memberikan garis-garis dakwah-perjuangan; "Seru-ajaklah
ke jalan Tuhanmu dengan hikmat-bijaksana dan tutur-nasihat yang baik
dan kemukakanlah kepada mereka argumentasi yang lebih kokoh-tak
terbantah". Jika mereka menolak, maka sadarilah, "Tiada (kewenangan) atas kami kecuali (sebatas) menyampaikan (seruan) yang jelas-nyata." Sebab, "Tak (boleh) ada paksaan dalam agama-keyakinan".
Dakwah juga dimaksudkan untuk melenyapkan kemudlaratan (bahaya, kerugian). Karena itu Nabi bilang, la dlarar wala dlirar, tidak boleh (membiarkan) mudlarat dan tidak boleh menimbulkan kemudlaratan.
Oleh sebab itu, jika dalam dakwah dibarengi dengan semisal ancaman dan
perusakan maka bertentangan dengan misi dakwah itu sendiri. Karena
esensi dakwah adalah membangun kemaslahatan.
Dalam
sebuah hadits, Nabi mengumpamakan kaum muslimin dengan Islam sebagai
sebuah bahtera. Di dalamnya terdapat penumpang dari berbagai type
manusia. Seorang yang suka "usil" terbawa serta bersama
penumpang-penumpang lainnya, dan dia coba melubangi lantai kapal. Maka
mencegah perbuatan usilnya bukan hanya tugas nahkoda dan abk, tetapi
menjadi "kewajiban" siapapun penumpang yang mengetahuinya. Karena
perbuatan itu mengganggu bahkan menjadi ancaman serius bagi keselamatan
seluruh penumpang.
Dakwah Dengan Perang
Bahwa
Nabi mengemban misi dakwah Islam adalah dengan cara damai dan lunak.
Hingga ada ijin dari Tuhan untuk memerangi orang-orang kafir dengan
alasan: 1) Mereka mengusir nabi dan para pengikutnya dari tanah tumpah
darahnya. 2) Mereka menyulut permusuhan dengan aksi nyata (gangguan
fisik dan rencana pembunuhan).1
Sebelum terjadi demikian, tidak ada perkenan untuk melakukan tindakan kekerasan.2 Nah, dalam konteks 'perang' inilah seyogyanya diimplementasikan penggalan hadits falyughayyirhu biyadih.
Bahkan tidak cukup itu saja, dalam kondisi perang Nabi memotifasi kaum
muslimin dengan penggalan sabdanya, "Tuhan sedang 'menjatah' rejeki di
bawah ayunan tombakku."
Kekeliruan
letak-konteks penyampaian hadits tak urung telah membuka ruang celaan
bagi umat beragama lain. Kita temukan banyak tuduhan negatif yang
menyatakan Nabi dan kaum muslimin adalah para penjarah. Karena kurang
tampilan yang simpatik, kita sering menjumpai pula dakwaan bahwa Islam
dan kaum muslimin adalah orang-orang tukang kawin. Terlebih lagi,
belakangan ini, sinetron religius yang diharapkan menjadi media dakwah
Islamiyah hanya menyuguhkan muatan-muatan 'sosialisasi' poligami.
Dakwah Yang Simpatik
وإن أحد من المشركين استجارك فأجره حتى يسمع كلام الله ثم أبلغه مأمنه، ذلك بأنهم قوم لا يعلمون.
"Dan
jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan
kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia (berkesempatan) mendengar firman
Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian
itu disebabkan mereka kaum yang (belum lagi) mengetahui (kebenaran)." QS. Al-Taubat: 6.
Muslim
sejati, kata Nabi, adalah yang memberikan kedamaian dan kenyamanan bagi
masyarakat-lingkungan sekitarnya. Bahkan dengan masyarakat kafir-dzimmy,
Islam memiliki seperangkat aturan (syariat) yang lebih dari cukup untuk
berdampingan secara harmonis. Sementara kita banyak menjumpai saudara
sesama muslim, mungkin "cuma" beda aliran-isme atau thoriqot,
saling bertikai dan saling bermusuhan. Contoh yang lebih dari itu adalah
Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI). Taruhlah memang ajaran mereka tidak
mengakui kerasulan Nabi Muhammad, menafikan kewajiban haji (karena purik
ditolak di Makkah), dsc. Haruskah mereka hengkang dan meminta suaka
politik ke Australia? Padahal, dibanding umat lain yang jelas-jelas beda
agama, Ahmadiyah masih lebih punya banyak kesamaan dengan kaum muslimin
umumnya.
Agak
memalukan bila kaum muslimin tidak dapat memberikan perlindungan dan
rasa aman bagi lainnya. Kesan yang timbul adalah kesangaran dan
kegarangan. Bagaimana dakwah bisa diterima bila belum apa-apa sudah
terancam? Bagaimana firman Tuhan akan mengisi relung hati di bawah
tekanan?
Dakwah Dengan Santun
ولاتسبوا
الذين يدعون من دون الله فيسبوا الله عدوا بغير علم، كذلك زينّا لكل أمة
عملهم، ثم إلى ربهم مرجعهم فينبئهم بما كانوا يعملون.
"Dan
janganlah kamu memaki-maki mereka yang menyeru-menyembah selain Allah,
karena mereka akan (balas) memaki Allah dengan melampaui batas tanpa
pengetahuan (ngawur). Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap
baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah tempat kembali
mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka
kerjakan." QS. Al-An'am:108.
Dalam
sebuah dialog dengan sahabat, Nabi pernah berpesan, "Janganlah kamu
memaki orang tuamu." Para sahabat, tentu, menyanggah. Memang siapa orang
yang akan berbuat begitu durhaka kepada orang tuanya sendiri. "Kamu
maki bapak-ibu orang lain dan dia balas memaki orang tuamu." Jawab Nabi
saw.
Hadis itu lebih jelas mengilustrasikan ayat di atasnya. Makanya, pas rame-rame
kasus karikatur nabi, ada seorang ulama berkomentar bahwa umat Islam
sendirilah yang membuat 'sketsa' karikatur-karikatur itu. Tentu, karena
banyaknya aksi kekerasan (apapun dalihnya) yang dilakukan oleh
sekelompok manusia mengaku-ngaku Islam tapi tidak begitu memahami
nilai-nilai keislaman. Boleh jadi, mereka memiliki kecemburuan (ghairah)
yang tinggi terhadap Islam melampaui mereka yang rajin ibadah. Maka
yang menonjol adalah aksi otot, bukan otak-kecerdasan emosional.
Repotnya, ada tengara bahwa aksi-aksi teror yang marak terjadi belakangan ini merupakan high-level scenario yang merupakan top-secret
negara-negara anti Islam. Enak dan mudahnya adala bahwa perilaku santun
dan bersahaja itu menumbuhkan rasa simpati siapa saja. Tidak pernah ada
ruginya.
Berislam Dengan Tulus-Murni
Ini disebut Quran dengan istilah mukhlishin lahu al-din.
Tulus dalam mengamalkan ajaran-ajaran agama. Kita (mungkin) pernah
merasa atau menjumpai orang meninggalkan shalat, puasa dsc lalu timbul mangkel atau benci kepada mereka. Bahasa vulgarnya, "Kita susah payah, situ malah enak-enakan cangkruk'an dan makan-makan tanpa rasa sungkan?!"
Timbulnya perasaan seperti itu pertanda kurang tulus-ikhlas beramal
yang dapat menodai bahkan merusak amalan yang dilakukannya. Makanya,
orang-orang arif bilang, "Mengerjakan suatu amal-ibadah itu berat, tapi
memeliharanya dari afat-kerusakan jauh lebih berat lagi."
Kembali
ke awal pembahasan. Bukankah kita tidak dirugikan atau diuntungkan
sekiranya mereka tidak melakukan amalan yang kita kerjakan. Bukankah
kita ambil sendiri pahala-keuntungan dari amalan kita? Dan bukankah
mereka tanggung sendiri akibat perbuatan mungkar mereka? Maka,
mengapakah kita jadi sewot dan uring-uringan kepada orang lain? Itukah atsar-pengaruh dari ibadah yang kita tekuni? Bila "Ya", berarti ibadah kita belum setulus hati. Shalat yang baik, benar, khusyu' dan tulus mencegah pelakunya dari kemungkaran dan kekejian.
Sy.
Zainal Abidin, cucu Nabi Muhammad, bukan hendak bermain kirata bahasa
dalam kata-katanya, "Banyak orang shalat dan haji tapi nyatanya belum."
Beliau hanya membahasakan beda sedikit apa yang diucapkan kakeknya,
"Banyak orang berpuasa yang tiada (hasil-pengaruh apa-apa) dari puasanya
selain hanya rasa lapar dan haus."
Amal-ibadah
sejatinya untuk membentuk pribadi-pribadi mulia, menekan dan
menanggalkan sifat-sifat tercela yang bersumber dari nafsu; Nafsu syaithaniyat (destruktif), bahimiyat (hidup hanya untuk memuaskan diri tanpa misi), siba'iyat (liar-buas) dll, menuju nafsu muthmainnat (tenang-damai), radliyat-mardliyat (rela hati dan diridloi) hingga dipanggil ke alam malakut.
Bertubuh manusia dengan segala kebutuhan dan kerapuhannya, tapi rohani
malaikat yang terpuji, senantiasa taat dan menaburkan manfaat-rahmat.
Mohon
maaf, tidak bermaksud menggurui Anda semua yang lebih bijak dan lebih
banyak amal saleh ketimbang saya yang cuma bisa menulis panjang lebar kayak ini.[]
---------------------
- QS. Al-Baqarah: 191
- QS. Al-Hajj: 39-40
0 komentar :
Posting Komentar
Silakan komentar yang baik dan sopan; Bisa Jowoan, Cak Madureh, 'Arabyat, English Arema, Melayu-Indonesia..
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.